1

Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik Novel "Di Bawah Lindungan Ka'bah"

Sinopsis
DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)

Seorang anak yatim yang miskin bernama Hamid diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar . Haji Jafar adalah orang yang kaya raya. Haji Jafar dan istrinya ( Asiah ), menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Hamid anak yang rajin, sopan dan berbudi sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung mereka, Zaenab.
Hamid juga menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak bersama – sama dengan Hamid. Karena bersekolah di tempat yang sama, keduanya pergi dan bermain bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan lain, suatu perasaan yang selama ini belum mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa bahwa rasa sayangnya terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya. Demikian pula halnya dengan Zaenab.

Setelah tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolahn ke Padang Panjang, sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa itu, wanita yang tamat sekolah rendah tidak dibolehkan meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit untuk kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Dengan berat hati, Hamid meninggalkan gadis itu.
Selama di Padang Panjang, Hamid semakin menyadari perasaan cintanya terhadap Zaenab. Perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa. Ia ingin selalu berada di dekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan hatinya. Dia sadar adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara mereka. Zaenab berasal dari keluarga terpandang, sedangkan Hamid berasal dari keluarga miskin. Itulah sebabnya, rasa cinta yang bergelora terhadap Zaenab hanya dipendamnya saja.


Hamid benar – benar harus menguburkan rasa cintanya kepada Zaenab ketika Haji Jafar, ayah zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggal. Betapa pilu hatinya ditinggal oleh dua orang yang sangat dia cintai. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Dia merasa tidak lebih sebagai pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid semakin hancur ketika mengetahui bahwa zaenab akan dijodohkan dengan pemuda yang memiliki kekerabatan dengan ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zaenab supaya mau dijodohkan. Betapa hancur hati Hamid menerima kenyataan tersebut. Cinta kasihnya kepada Zaenab tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, dia ingin menolak kehendak mamaknya, namun dia tidak mampu melakukannya.
Setelah kejadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Dia tidak sanggup menanggung beban berat. Dia meninggalkan Zaenab dan pergi ke Medan, dia menulis surat kepada Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada gadis itu. Dari Medan Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura, kemudian dia pergi ke tanah suci Mekkah.

Betapa sedih dan hancur hati Zaenab ketika dia menerima surat dari Hamid. Gadis itu tersiksa karena dia pun mencintai Hamid. Dia sangat merindukannya. Namun, dia harus melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain. Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab sering sakit – sakitan dan kehilangan semangat hidup.
Hamid selalu gelisah karena menahan rindu pada Zaenab. Untuk mengahapuskan kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam agama islam dengan tekun.
Setelah setahun berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman dari kampungnya yang sedang melakukan ibadah haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di penginapan tempat Hamid bekerja. Dari Saleh, Hamid dapat mendengar kabar tentang Zaenab. Sejak kepergiannya, Zaenab sering sakit – sakitan. Dia sangat menderita karena menanggung rindu kepadanya. Dia juga mengetahui kalau zaenab tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya.
Mendengar penurturan Saleh, Hamid merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih sebab Zaenab dalam keadaan menderita batin. Di lain pihak, dia gembira sebab Zaenab ternyata mencintainya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya setelah ia menunaikan ibadah haji.
Sementara itu , Saleh mengirim surat kepada istrinya mengabarkan pertemuannya dengan Hamid. Dia menceritakan bahwa hamid masih menantikan Zaenab dan dia pun memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah selesai menunaikan ibadah Haji.
Rosna memberikan surat dari Saleh kepada zaenab. Ketika dia membaca surat itu, betapa gembiranya hati Zaenab. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan kekasih hatinya. Dia merasa tidak sabar lagi menanti kedatangan Hamid. Segala kenangan indah bersama Hamid kembali menari – nari dalam pikirannya. Semua itu dia ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima surat Zaenab dengan sukacita. Semangatnya untuk segera kembali pulang ke kampung semakin mengebu – bgebu. Dia sangat merindukan kekasih hatinya. Itulah sebabnya, dia memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam keadaan sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, dia melakukan wukuf. Namun, sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah, tubuhnya semakin melemah.
Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal dunia. Dia tidak ingin memberi tahu kabar itu kepada Hamid. Namun, Hamid mendesaknya untuk menceritakan isi surat tersebut.
Mengetahui isi surat itu, Hamid sangat terpukul. Namun, karena keimanannya kuat, dia mampu menerima kenyataan pahit itu. Dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Baduy untuk memapahnya.
Usai acara di Mina, mereka berdua berangkat ke Masjidil Haram. Ketika mereka selesai mengelilingi Ka’bah, Hamid minta berhenti di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu, dia mengucapkan “ Ya Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, “ beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama – lamanya. Hamid meninggal dunia di depan Ka’bah.

UNSUR INTRINSIK

A. TEMA
Novel ini bertemakan tentang kisah cinta yang terhalang karena perbedaan kelas sosial.
B. ALUR
Novel ini mempunyai alur maju mundur.
Tahapan alur :
  1. EKSPOSISI
Ketika menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23 tahun. Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si Aku dapat berkenalan dengannya.
  1. KONFLIK AWAL
Baru dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan kedatangan seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah sebelum naik haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum jemaah haji ke Arafah. Setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir guna meneruskan studinya. Namun kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid.
  1. KOMPLIKASI
Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan sedikit kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama setelah budiman itu menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya. Ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyebrangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini telah melemahkan badannya, yaitu penyakit dada.
  1. KLIMAKS
Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
  1. PENURUNAN KLIMAKS
Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan Rosna adalah teman sepermainannya Zainab.
  1. PENYELESAIAN
Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya, disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-Nya.

C. SETTING/LATAR
1. .Latar Tempat
a. Di Mekah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) ...Dua hari kemudian saya pun sampai di mekkah, Tanah Suci kaum muslim sedunia. (HAMKA, 2010:5)
2)...Akhirnya sampailah saya ke tanah suci ini. (HAMKA, 2010:42).
3) ...pada hari keduabelas kami berangkat ke Mekkah...(HAMKA, 2010:60)
b. Di Kota Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...Ayah pindah ke kota padang, tinggal dalam rumah kecil yang kami diami itu...(HAMKA, 2010:12).
c. Di Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu...(HAMKA, 2010:12).
d. Di Halaman Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) ...setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu...(HAMKA, 2010:15)
2) ...saya dan Zainab bersama teman-teman kami yang lain berlari-lari bermain galah dalam pekarangan rumahnya...(HAMKA, 2010:18).
e. Di Puncak Gunung Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung Padang...(HAMKA, 2010:19).
f. Di Padang Panjang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Saya tidak beberapa bulan setelah tamat sekolah, berangkat ke Padang Panjang...(HAMKA, 2010:21).
2) Setelah puasa habis, saya kembali ke Padang Panjang. (HAMKA, 2010:24).
g. Di Pesisir Arau
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu... (HAMKA, 2010:32).
h. Pekuburan Ma'ala
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat Hamid di kuburkan. (HAMKA, 2010:65).
2. Latar Waktu
a. Tahun 1927
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Mekah Pada Tahun 1927 (judul bagian 1). (HAMKA, 2010:5).
2) Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. (HAMKA, 2010:5).
b. Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal... (HAMKA, 2010:7).
c. Bulan Zulhijjah
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami... (HAMKA, 2010:59).
2) Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. (HAMKA, 2010:59).
d. Pagi
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu... (HAMKA, 2010:17).
2) Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi... (HAMKA, 2010:17).
3) Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu... (HAMKA, 2010:15).
e. Hari Minggu
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti kutipan sebagai berikut.
Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut...(HAMKA, 2010:18).
f. Malam
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya... (HAMKA, 2010:9).
2) Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah... (HAMKA, 2010:12).
g. Sore
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
...Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka... (HAMKA, 2010:18).

3. Latar Suasana
a. Suasana sedih
1) Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan berikut.
...air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya...(HAMKA, 2010:8).
2) Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan. Dengan bukti kutipan berikut.
Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang...(HAMKA, 2010:20).
3) Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (HAMKA, 2010:33).
4) Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan bukti kutipan berikut.
...air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya... (HAMKA, 2010:37).
5)Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan berikut.
Air mata Zainab kembali jatuh... (HAMKA, 2010:45).
6) Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti kutipan berikut.
Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas. (HAMKA, 2010:61).

b. Suasana Bahagia
1) Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut.
Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya. (HAMKA, 2010:17).
2) Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim... (HAMKA, 2010:22).
3) Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (HAMKA, 2010:22).

D.PENOKOHAN
A) Hamid : tabah dan sabar serta tegar, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri
Kutipan :
...Seorang anak muda yang baru berusia kira-kira 23 tahun, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri...
B) Zainab : seorang gadis yang baik, walaupun ia anak orang kaya tetapi dia mau berteman dengan orang miskin
Kutipan :
...meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya, sesekali tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya.
C) Haji Ja'far : Haji Ja'far mempunyai watak baik hati dan dermawan.
Kutipan : “Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...”
D) Mak Asiah : dermawan dan rendah hati, memiliki rasa belas kasihan, penyanyang.
Kutipan : Perempuan itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan penyayang. ...segala perasaian dan penanggungan ibu didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia pun turut menangis waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-sedih. Sehingga waktu cerita itu habis, terjadilah diantara keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai dan cinta mencintai.
E) Ibu : pemarah, putus asa,penyabar, seorang yang penuh kasih sayang.
Kutipan : ...Mula-mula ibu seakan-akan hendak menampik, dia agak marah kepada saya, kalau-kalAu saya telah bercepat mulut menerangkan untung perasaian kami kepada orang lain.
Tetapi ibu kelihatan tidak putus harapa, ia berjanji akan berusaha, supaya kelak saya menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-cita almarhum suamiya yang sangat besar angan-angannya, supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam pergaulan hidup.
Di waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau, melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong. Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main, tetapi hati saya tiada dapat gembira sebagai teman-teman itu, karena kegembiraan bukanlah saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan gembira itu.
F) Saleh : setia kawan.
Kutipan : ..Demi kelihatan hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan kepadanya, kalau-kalu ditempat itulah ia akan bercerai buat selama-lamanya dengan kami...
G) Rosna : setia dan teguh hati.
Kutipan : ...Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dan istrinya telah sudi melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka baru kawin. Dipujinya istrinya sebagai seorang perempuan yang setia yang teguh hati melepas suaminya berjalan jauh, karena untuk menambah pengetahuannya...
H) Aku ( Pengarang) : lemah hati, mudah dipercaya.
Kutipan : “...saya telah percaya penuh pada Tuan, karena kebaikan budi Tuan dalam pergaulan kita selama ini...”
E. SUDUT PANDANG
Sudut pandang yang digunakan oleh pengarang adalah sudut pandang narator-pengamat.
Kutipan:
Belakangan Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan "Aku" dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. Karena merasa tidak nyaman, maka "Aku" memberanikan diri mendekati dan bertanya kepadanya, kabar apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya murung. Ia termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa itu sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi kedukaannya kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa lalu dan kisah cintanya dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah dengan Rosna yang kebetulan teman sekolahnya dan sahabat Zainab juga.
Suatu ketika Rosna bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya itu kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya selama ini. Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid berniat unuk memberi tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan kepada Zainab,namun niatnya itu diurungkannya.
F. GAYA BAHASA
a. Gaya bahasa asosiasi
1) ...Merapi dengan kepundannya yang laksana disepuhi emas...
2) ...setelah melayap laksana satu bayangan, ia pun hilang dan tidak akan kembali lagi...
3) Surat itu saya pandang laksana sehelai azimat untuk penawar hatiku...
4) Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci.
5) Saya hidup laksana seorang buangan yang tersisih pada suatu padang belantara yang jauh, laksana seorang bersalah besar yang dibuang ke pulau, tiada manusia menengok, tidak ada kawan yang melihat, ditimpa haus dan dahaga.
6) Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya masing-masing.
b. Gaya bahasa hiperbolisme
1) ...terlompatlah air mata ibuku karena suka cita... (HAMKA, 2010:17).
2) ...dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (HAMKA, 2010:28).
3) ...saya karam dalam permenungan... (HAMKA, 2010:32).
4) ...air matanya kelihatan menggelenggang...(HAMKA, 2010:37).
5) ...saya patahkan hati anaknya yang hanya satu...(HAMKA, 2010:40).
6) ...saya telah karam di dalam khayal... (HAMKA, 2010:48).
7) ...dia telah meninggalkan saya dengan gelombang angan-angan... (HAMKA, 2010:50).
8) Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta. (HAMKA, 2010:66).
c. Gaya bahasa antithese
1) ...kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis. (HAMKA, 2010:6).
2) ...di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (HAMKA,2010:27).
3) ...tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak menyisihkan orang kaya denganorang miskin, orang hina dengan orang mulia... (HAMKA, 2010:28).
d. Gaya bahasa personifikasi
1) ...tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan itu... (HAMKA, 2010:18).
2) ...dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir... (HAMKA, 2010:32).
3) ...memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang... (HAMKA, 2010:48).
e. Gaya bahasa repetisi
1) Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat... (HAMKA, 2010:12).
2) ...Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang. (HAMKA, 2010:27).
H. AMANAT
Segala sesuatu membutuhkan pengorbanan. Kita sebagai manusia boleh berencana, berharap dan berusaha semaksimal mungkin, namun Allah jugalah yang menentukan semua itu.

UNSUR EKSTRINSIK
A) NILAI PENDIDIKAN
“Sekolah-sekolah Agama yang di situ mudah sekali sayaMasuki, karena lebih dahulu saya mempelajari ilmu umum, saya hanya tinggal memperdalam pengertian dalam perkara agama saja, sehingga akhirnya salah seorang guru menyarankan saya mempelajari agama di luar sekolah , sebab kepandaian saya dalam ilmu umum”.

B) NILAI AGAMA
“ Ibu pun menunjukkan kepadaku beberapa do’a dan bacaan, yang menjadi wirid dari almarhum Ayah semasa mendiang hidup, mengharapkan pengharapan yang besar-besar kepada Tuhan serwa sekalian alam memohon belas kasihannya ”.

C) NILAI MORAL
“ …maka pada dirinya saya dapati beberapa sifat yang tinggi dan terpuji, yang agaknya tidak terdapat pada pemuda-pamuda yang lain baik dari kalangan kaya dan bangsawan sekalipun. Sampai pada saat yang paling akhir daripada kehidupan ayahku, belum pernah ia menunjukkan Perangai yang tercela. Wahai Ros saya tertarik benar kepadanya”

D) NILAI SOSIAL
...kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban...


Siguiente Anterior Inicio